Info DPRD
Warteg Beromzet Rp 240 Juta Setahun Dikenakan Pajak
Pengenaan pajak restoran terhadap pelaku usaha warung tegal (Warteg) dalam Perda Nomor 7 Tahun 2011 yang telah dirubah menjadi Perda Pajak Nomor 3 Tahun 2017 ditarik sebesar 5 persen bagi rumah makan, warteg serta beberapa sajian kuliner kelas-kelas tenda yang beromzet Rp 240 juta pertahun.
“Jadi gini dalam aturannya itu rumah makan yang dikenakan pajak jika omzetnya warteg sebulan Rp. 20 juta dikali setahun bisa mencapai Rp 240 juta, akan kena pajak 5 persen. Jadi kalau itu meski namanya warteg tapi di atas Rp 240 juta, ya kami tarik kan kita bicara Perda,” katanya, Kamis (4/4/2018).
Amar mengatakan, bahkan ada sanksi tegas terhadap para wajib pajak, jika tidak taat akan aturan itu atau mengemplang pajak. yaitu bisa saja berupa penutupan tempat usaha.
“Ya kalau mengemplang konsenkuensinya penutupan sementara sampai mereka melunasi tunggakan pajak mereka. Dan itu ada aturannya terkait sanksi-sanksinya,” ujarnya.
Disinggung terkait besaran pajak 5 persen tersebut Amar menuturkan, besaran angka 5 persen tersebut tidak terlalu besar atau tidak terlalu membebankan para konsumen atau pengunjung rumah makan dan warteg. Karena angka tersebut cukup kecil.
“Misalnya saya makan di warteg habis Rp 10 ibu, maka pajak yang saya tanggung sebesar Seribu rupiah. jadi ini tidak terlalu besar menurut saya. Jadi kita itu jangan menghitung keseluruhannya,” ungkapnya.
Amar mengungkapkan, bahwa penerapan pajak ini mirip seperti pajak restoran yang ditanggungkan kepada pembeli atau pengunjung restoran. “Sama saja seperti restoran, kalau di restoran itu kan kita dikenakan pajak 10 persen, nah kalau di warteg yag penghasilannya Rp 20 juta itu kita akan dikenakan pajak 5 persen,” tuturnya.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPRD Kota Tangsel lainnya, Drajat Sumarsono mengatakan, yang saat ini dalam proses imendata beberapa jumlah warteg dan rumah makan di Kota Tangsel yang memiliki omset bulannya minimal Rp 20 juta.
“Dinas terkait sedang mendata, karena kita juga tahu bahwa tidak semua warteg itu penghasilannya bisa di atas Rp 20 juta. Ada juga yang kecil. Jadi kita data terelbih dahulu berapa pebulannya,” katanya.
Drajat menambahkan, para petugas dari dinas terkait juga harus benar-benar turun ke lapangan untuk mengecek omset sebnarnya dari para pengelolaa usaha kuliner tersebut.
“Harus terjun langsung ke lapangan, agar kita mendapatkan data validnya. Dan bisa memberitahukan kepada pengelola bahwa mereka dikenakan waji pajak usaha kuliner ini,” ungkapnya. (Ded).